Entri Populer

Sabtu, 02 Juli 2016

Pilar-Pilar Bahagia (Part 1)

by Ni'matul Khoiriyyah

Setiap orang tentu ingin hidup bahagia. Senyum yang anggun, hati yang tenang, lingkungan yang damai, sahabat yang pengertian, keluarga yang laksana surga, sungguh manusia tidak pernah kehabisan keinginan. Terpenuhi satu, muncul keinginan yang lain. Terpenuhi, bahagia. Gagal, kadang menderita.
Manusia diciptakan untuk beribadah (Li ya’budun), dan semua insan pasti mengharapkan Sa’adah fid daroin (bahagia dunia akhirat). Lalu, terbangun dari apakah kebahagiaan itu?
Pondasi kebahagiaan  sebenarnya cukup satu, namun bila dijabarkan bisa jadi berlembar-lembar. Baiklah, penulis akan mencoba menguraikannya dalam catatan ini sejauh yang penulis ketahui. Harapan penulis, pembaca yang lebih berpengalaman akan berkenan menambahkannya bila ada kekurangan.
Apa itu pondasi kebahagiaan? BERIMAN. Beriman? Bagaimana bisa dan mengapa beriman menjadi pondasi kebahagiaan?
Orang yang beriman dapat dideteksi dari sikap dan perilakunya dalam menjalankan kehidupan. Dalam al-Qur’an sering kita dapati lafal “Amanu” sepaket dengan “’Amilus sholihat”, beriman itu sepaket dengan beramal saleh. Apa saja amal saleh itu? Diantaranya; bersyukur saat dikaruniai nikmat, dan bersabar saat mendapat musibah, husnudhon, bersungguh-sungguh dalam berusaha, dan bertawakkal.
Nah, amal-amal saleh tersebut merupakan pilar-pilar kebahagiaan, dan pilar yang paling kokoh (menurut penulis) adalah bersyukur. Ketika dalam hati muncul rasa syukur akan karunia-Nya yang luar biasa maka seiring dengan itu kebahagiaan akan hadir. Bagaimana menumbuhkan rasa syukur itu? Seseorang tidak bisa bersyukur tanpa ia bertafakkur. Dalam al-Qur’an Allah menyebutkan “liqoumin yatafakkarun”, “ulil albab”. Bagaimana kita bisa bersyukur tanpa berpikir, tanpa merenung, tanpa berangan-angan? Saat kita kekurangan, misalnya. Andai kita mau merenung betapa di luar sana masih banyak orang yang lebih susah dari kita. Mau makan saja harus mengorbankan rasa malu karena mengais sampah. Mau tidur saja harus mencari emperan toko yang sudah tutup. Jangankan “kurang piknik”, makan yang merupakan kebutuhan primer saja masih sulit terpenuhi. Ya Allah ...
Coba sesekali, entah mau berkunjung atau sekedar merenung, silakan. Rumah sakit yang bangunannya begitu megah, bersih, rapi, indah, ternyata begitu banyak derita di dalamnya. Ada yang mau bernafas saja harus dengan alat bantu. Ada yang organ tubuhnya harus menanti donatur. Ada yang harus kehilangan anggota tubuhnya demi menyelamatkan anggota tubuh yang lain. Ya Rahman ... betapa mahalnya nikmat sehat yang Engkau karuniakan pada kami. Alat indera yang lengkap, organ dalam yang sehat, kami mampu bernafas dengan lancar tanpa kami sadari, darah kami mengalir dengan tanpa hambatan, kami mampu membersihkan badan kami, kami mampu memperelok tubuh kami, kami mampu bersujud pada-Mu, namun mengapa masih merasa kekurangan? Astaghfirullah ... Subhanaka Inni kuntu minadh dholimin.
Coba, sesekali bayangkan tangis kerinduan anak-anak di panti asuhan yang tiada mampu merasakan pelukan dan dekapan hangat dari orang tuanya, bahkan ada yang sama sekali tak sempat mengenal orang tuanya. Ya Allah ... kami memiliki ayah dan ibu yang luar biasa. Engkau amanahkan kami pada mereka, jika sesekali mereka lalai dalam menjaga kami sebagai titipan-Mu, ampunilah Ya Robb ... jangan sakiti mereka, kami sayang mereka, rahmatilah mereka, Ya Rahman. Terima kasih Ya Robb, untuk kesempatan indah yang Kau berikan pada kami untuk berbakti pada mereka, memuliakan mereka, menghormati mereka, meski kami belum mampu membahagiakan mereka. Jadikan kami anak sholeh yang doanya menjadi teman mereka di alam keabadian nanti Ya Robb.

Masih enggankah kita untuk bersyukur? Masih banyak yang perlu kita tafakkuri. Bersyukurlah maka kebahagiaan akan datang J Jangan menanti kebahagiaan lalu bersyukur, tapi bersyukurlah maka kita akan bahagia.

bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar