Cintaku pada Ar-Rahman
Aku tidak tahu kapan pertama kali jatuh cinta pada surat
yang namanya merupakan salah satu Asma
Allah al Husna. Kesan lembut, penuh kasih sayang dan cinta kurasakan begitu
kuat dari surat ini, hingga aku pun berharap surat ini yang kelak menjadi mahar
imamku dalam akad nikah nanti, jika itu tidak memberatkannya. Aku cukup sadar
siapa diriku, mungkin tidak layak seorang hamba yang banyak dosa ini minta
dipersunting dengan surat Ar-Rahman. Tidak, aku tidak akan memaksa jika itu
memberatkannya.
Senandung surat ini luar biasa. Allah merangkai ayat demi
ayatnya dengan begitu indah. Aku selalu terkesima dengannya. Surat inilah pelipur
laraku kala hati ini hancur karena impian indah yang tak menjadi nyata. Setiap
wanita tentu ingin menikah, bukan? Aku pun demikian. Namun, kegagalan demi
kegagalan kadang menggoncangkan iman. Kadang aku marah pada-Nya, kecewa
pada-Nya, namun tak lama kemudian aku sadar, aku hanyalah hamba sedangkan Dia
Tuhanku. Aku hanya bisa merancang proposal kehidupan yang kuanggap baik bagiku
dan keluargaku, namun Dia yang berhak menerima, menolak, mempercepat,
menangguhkan, mencoret atau merevisi. Iya. Kadang aku tak sadar akan peran-Nya
sebagai Sang Pengatur hidup Yang Maha segala. Bukankah tak ada yang lebih baik
dari skenario-Nya? Dia pasti berikan yang terbaik, kita haram meragukan itu.
Mencintai lalu kehilangan, menyakitkan bukan? Pasti! Dia
sudah menegur berkali-kali, jangan mencintai yang belum halal. Namun hati ini
seringkali tak berdaya. Perasaan itu tumbuh bersemi tanpa kusengaja. Aku tidak
pernah belajar jatuh cinta pada seseorang. Aku tidak pernah belajar menyayangi
seseorang. Aku pun sebenarnya sudah bertekad untuk tidak mencintai selain
imamku kelak, namun dalam perjalanan untuk bertemu dengan sang imam, hati ini
terpaut pada sosok-sosok yang kukira akan menjadi imamku, aku jatuh cinta lalu
akhirnya kehilangan.
Kehilangan? Mengapa Allah pisahkan? Mungkin, ada
kemaksiatan yang terselip dalam prosesnya sehingga Allah tidak ridho, dan Allah
berikan sinyal ketidakridhoan-Nya itu pada orang tuaku, atau mungkin orang
tuanya. Kemaksiatan? Iya. Setiap rayuan, ungkapan kata cinta, sayang, rindu,
semua itu belum waktunya disampaikan pada yang kita cintai. Keberadaan media
sosial semakin menyulitkan saja. Ah, betapa sulitnya memendam perasaan itu
untuk tidak diungkapkan. Dulu, mungkin buku diary menjadi sahabat paling setia
untuk mengungkapkan rasa. Namun sekarang, media sosial penggantinya. Kalau
diary disimpan rapi, dikunci, digembok, disembunyikan, hanya kita dan Allah
yang tahu, sekarang melalui media sosial, dengan mudah si dia bisa tahu, bahkan
semua orang. Astaghfirullah ...
Perjalanan menemukan belahan jiwa sejati memang penuh
misteri, unik, dan penuh tantangan. Jangankan yang tidak berjodoh, yang
berjodoh saja masih harus menghadapi hujan, badai, hingga tsunami yang
memporak-porandakan hati. Ada saja ujiannya. Ada yang berbenturan dengan adat,
berbenturan dengan restu, berbenturan dengan visi-misi kehidupan, tidak sekufu’, dan masih banyak yang lainnya.
Allah tidak pernah kehabisan cara untuk menguji kekuatan iman hamba-Nya. Yang
paling utama dalam perjodohan adalah restu, ridho, karena keberkahan berawal
dari kebaikan, Insya Allah.
Ana Urid, wa Anta Turid, wallahu yaf’alu ma yurid (Aku menginginkan, dan kau pun menginginkan,
dan Allah melakukan yang Dia kehendaki). Kita harus sadar, di atas Ana wa Anta,
ada Allah Yang Maha Segala. Kuasa Allah di atas segalanya. Tugas kita adalah
berproses, berusaha, Allah yang menilai, yang memberikan hasilnya, reward atau
punishment adalah hak-Nya.
Ar-Rahman ... mengajarkanku ketenangan meski tengah
terkapar dalam luka. Ar-Rahman memberiku Syifa’, bagai tetesan air yang
menyejukkan setangkai mawar di padang pasir. Ar-Rahman memberiku kekuatan untuk
terbang meski dengan sayap yang luka. Mendengarnya
dan membacanya berkali-kali tidak membuat jemu, justru semakin menguatkan. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau
dustakan?
الذين ءامنوا
وتطمئن قلوبهم بذكر الله، ألا بذكر الله تطمئن القلوب
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar’Ra’d : 28)
وننزل من القرءان ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين
dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman … (QS. Al-Isra : 82)
يمعشر الجن والإنس إن استطعتم أن
تنفذوا من أقطار السموت والأرض فانفذوا، لا تنفذون إلا بسلطن
Hai para jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan. (Ar-Rahman : 33)
Bila hati terluka, bila hati tersakiti, bila impian
hancur, bila harapan tak sesuai dengan kenyataan, bila orang yang kita sayangi
justru menggoreskan luka, menangislah seperlunya. Biarkan luka itu mengalir
bersama derasnya air mata. Ia suci dan melegakan. Tak perlu kita menahannya. Biarkan
air suci itu membasuh segala luka. Kala ia telah berhenti, tersenyumlah,
ucapkan syukur pada-Nya yang memberi kesempatan untuk merasakan pahit getirnya
perjuangan cinta meski akhirnya kandas di tengah samudera. Ambil air wudhu,
bersujud dan bermunajad pada-Nya. Mungkin ada dosa yang belum kita taubati. Mungkin
ada hikmah yang belum kita ambil. Mungkin ada sesuatu yang masih kita lalaikan.
Minta ampun pada-Nya. Peluk dan baca syifa’ dari-Nya. Dia dekat, Dia
merengkuh kita, Dia mendengar dan menyaksikan tangis hati yang luka ini. Minta!
Minta obat pada-Nya!
Berbaik sangka pada-Nya juga merupakan obat terbaik. Allah
maha Rahman dan Rahim ... Kasih sayang-Nya tiada tertandingi oleh apapun. Hanya
untuk menghilangkan luka kita, sangat mudah bagi Allah. Yakinlah selalu
pada-Nya, Dia punya alur terbaik untuk kita. Kita boleh bersedih, kita boleh
sakit hati, tapi cukup sementara. Tinggalkan sakitnya, ambil hikmahnya.
Mohon maaf, yang menulis tidaklah lebih baik dari yang
membaca
Yang menulis tidaklah lebih berpengalaman dari yang membaca,
hanya saja yang menulis sedang mengalaminya. Mohon doa yang terbaik dari para
pembaca. Barakallah li wa lakum. Bismillah, yuk, hijrah bersama Ni’mah. Move on,
Lillah.
Trenggalek, 29 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar