Tarbiyah dalam Goresan Luka
Selamat datang bulan Juli, bersamaan dengan akan berakhirnya bulan
suci Ramadhan. Masih terasa nyata indahnya impian yang
terukir di awal Juni namun berakhir dengan kepedihan di akhir-akhir bulan. Wajar
manusia tak pernah berhenti memiliki keinginan, harapan, impian, idealita,
selama ia hidup. Ini sangat manusiawi. Apalagi bersamaan dengan bulan Mubarok,
tentu harapan akan terwujudnya impian itu lebih besar. Ya Allah, ampunilah bila
anganku terlalu tinggi, bila impianku terlalu besar, bila harapanku terlalu
khayal.
Rizki, jodoh
dan ajal adalah rahasia-Nya. Rizki diupayakan dengan bekerja, jodoh diupayakan
dengan menemukan dan memperbaiki pribadi, sedangkan ajal dipersiapkan dengan
amal sholih. Satu dari tiga rahasia Ilahi yang paling sering dipertanyakan
adalah jodoh, belahan jiwa, penyejuk mata, penenang hati, pelipur lara, pemadam
kegalauan. Tentu setiap orang mendambakan belahan jiwa yang berakhlak mulia. Akupun
demikian. Hati siapa yang tak terpaut bila melihat seorang ikhwan berjiwa
besar, santun, lembut, sabar, penyayang dan beriman?
Masih tampak
begitu nyata sosok mulia itu saat pertama kali mengetuk pintu hatiku yang
sekian lama terkunci. Iya. Bukan karena belum lama, tapi karena kesanku padanya
sangat mendalam. Subhanallah, entah angin apa yang membawanya ke pintu
hatiku. Allah begitu rapi menyusun skenario-Nya, tak pernah kuduga sebelumnya. Hati
ini pun kemudian menerka-nerka. Diakah yang akan menjadi imamku? Diakah yang
akan menjadi sandaranku kala beban terasa menggunung? Diakah yang akan
membuatku tersenyum kala hatiku menangis? Diakah yang akan membuatku merajuk
manja padanya? Diakah yang akan tertidur di pangkuanku kala ia merasa lelah? Pertanyaan-pertanyaan
indah ini beriring dengan harapanku pada Sang Maha Cinta untuk mempersatukanku
dengannya.
Sederhana saja,
yang kuinginkan hanyalah sakinahnya hati. Yang lain biarlah menjadi bonus
dari-Nya. Namun ... harapan dan impian indah itu akhirnya pupus kala cinta kami
tak direstui. Allahu Akbar! Apakah gerangan penyebabnya? Isyarat apakah yang
Allah berikan sehingga restu itu tak kudapatkan?
Biar sejenak
kubiarkan air mata membuatku tak dapat tidur, tak merasakan manisnya teh hijau,
tak merasakan lezatnya santapan berbuka, tak tersenyum dengan tulus, lupa
jadwal kerja dan tugas kuliah.
Luka lama pun kemudian kembali membasah. Aku tiba-tiba
teringat luka lamaku. Kisah pertamaku berakhir karena ketidaksiapan pihak
kekasihku untuk menantiku merampungkan kuliah strata satu. Kisah kedua berakhir
karena ketiadaan restu dari orang tua kekasihku yang masih kental dengan klenik
hitungan adat. Dan kisahku kali ini berakhir di hadapan ayahku. Laa haula walaa
quwwata illaa billaah.
Wallahu a’lam,
aku tak ingin berburuk sangka pada siapapun. Aku tak ingin menyalahkan
siapapun. Mungkin aku yang belum pantas untuknya. Mungkin aku yang bersalah di
balik semua kisah ini. Biarlah Allah melalui waktu yang akan menyembuhkan luka
hati. Aku selalu yakin pada Rahman dan Rahim-Nya. Trauma? Tidak. Trauma berarti
tidak siap menjalankan titah-Nya. Kecewa? Sejenak. Bagaimanapun, setiap orang
tentu ingin impian indahnya menjadi kenyataan. Menangis? Iya. Sekedar untuk
membasuh luka. Air mata itu suci dan menyembuhkan, jangan halangi bila ingin
mengalir, tak perlu dibendung, karena senyum optimis akan hadir setelah
terhentinya air mata.
Untukmu yang
pernah singgah di hatiku
Terima kasih,
untuk kisah singkat yang baru usai
Mungkin Allah
hadirkanmu dalam hidupku bukan sebagai imam, namun sebagai teman sejenak tuk
belajar bersama
Aku tidak marah
padamu, dan kuharap kau pun tak marah padaku
Aku tidak
kecewa padamu, dan kuharap kau pun tak kecewa padaku
Kita tak pernah
merencanakan pertemuan, apalagi jatuh cinta
Semua telah
direncanakan-Nya
Segala pahit,
getir dan luka yang kita rasa
Tak lain adalah
bagian dari tarbiyah-Nya
Aku percaya kau
sosok yang tangguh
Tak kan
berburuk sangka pada-Nya atau pada siapa pun
Aku yakin kau
berhati mulia
Tak kan
membenci siapapun dengan ketentuan-Nya yang tlah terjadi
Biar ... luka
ini yang akan menjadi kekuatan
Dengan Ikhtiar,
doa dan tawakkal, melangkahlah
Aku pun kan
melangkah menuju yang diridhoi-Nya
Barakallah fik
01 Juli 2016
Teruntuk Calon Imamku di Bumi Allah..
BalasHapusImamku..
Sudahkah Kau Siap Menjemputku Sebagai satu-satunya bidadarimu ??
Sudahkah Kau Mempersiapkan Bekal ilmu Agama untuk membimbingku ??
Sudahkan Kau Mencintai Allah Sepenuh Hati Sebelum mencintaiku ??
Sudahkah Kau berbakti Kepada orang tuamu sebelum memintaku ??
Sudahkah Kau memperbaiki dirimu untuk memantaskan diri bersanding denganku ??
Untukmu Calon Imam Masa Depanku..
Aku tidak meminta yang lebih sebab sesuatu yang berlebihan datangnya dari syaitan..
Aku Hanya ingin Kita sama-sama Berjalan di Jalan Sesuai yang Allah tetapkan..
Aku Ingin engkau membimbingku dan menuntunku hingga Jannah-Nya...
Bukan..
Bukan Materi dan Kekayaan yang berlimpah yang Aku Cari..
Sebab..
Aku takut mereka akan membutakan kita di dunia..
Aku ingin engkau dapat menjadikanku satu-satunya wanita yang beruntung memilimu..
Sebab Ketika Bersamamu aku melihat Ada Surga yang ku Cari..
Untukmu Calon Imamku..
Semoga kelak Allah mempersatukan kita dengan cara-Nya yang Indah..
yang tak pernah kita duga sebelumnya..
Semoga kelak kita bersandingkan dengan Cara yang begitu membahagiakan..
Ya Allah Jika Engkau Berkenan..
Karuniakanlah kami hati yang lembut..
Tutur Kata yang baik..
Akhlakul Karimah..
Jujur, dan Amanah..
Sebab..
Aku tak hanya meminta Pendamping yang hanya dapat membahagiakan di dunia tanpa dapat membimbingku ke Jalan-Mu..
tetapi Aku meminta Pendamping yang dapat Membimbingku Hingga Surga Adalah tempat Terindah kita untuk tetap Bersama.
Aamiin aamiin ya robbal Alamin.