Entri Populer

Kamis, 30 Juni 2016

Tarbiyah dalam Goresan Luka

Selamat datang bulan Juli, bersamaan dengan akan berakhirnya bulan suci Ramadhan. Masih terasa nyata indahnya impian yang terukir di awal Juni namun berakhir dengan kepedihan di akhir-akhir bulan. Wajar manusia tak pernah berhenti memiliki keinginan, harapan, impian, idealita, selama ia hidup. Ini sangat manusiawi. Apalagi bersamaan dengan bulan Mubarok, tentu harapan akan terwujudnya impian itu lebih besar. Ya Allah, ampunilah bila anganku terlalu tinggi, bila impianku terlalu besar, bila harapanku terlalu khayal.
Rizki, jodoh dan ajal adalah rahasia-Nya. Rizki diupayakan dengan bekerja, jodoh diupayakan dengan menemukan dan memperbaiki pribadi, sedangkan ajal dipersiapkan dengan amal sholih. Satu dari tiga rahasia Ilahi yang paling sering dipertanyakan adalah jodoh, belahan jiwa, penyejuk mata, penenang hati, pelipur lara, pemadam kegalauan. Tentu setiap orang mendambakan belahan jiwa yang berakhlak mulia. Akupun demikian. Hati siapa yang tak terpaut bila melihat seorang ikhwan berjiwa besar, santun, lembut, sabar, penyayang dan beriman?
Masih tampak begitu nyata sosok mulia itu saat pertama kali mengetuk pintu hatiku yang sekian lama terkunci. Iya. Bukan karena belum lama, tapi karena kesanku padanya sangat mendalam. Subhanallah, entah angin apa yang membawanya ke pintu hatiku. Allah begitu rapi menyusun skenario-Nya, tak pernah kuduga sebelumnya. Hati ini pun kemudian menerka-nerka. Diakah yang akan menjadi imamku? Diakah yang akan menjadi sandaranku kala beban terasa menggunung? Diakah yang akan membuatku tersenyum kala hatiku menangis? Diakah yang akan membuatku merajuk manja padanya? Diakah yang akan tertidur di pangkuanku kala ia merasa lelah? Pertanyaan-pertanyaan indah ini beriring dengan harapanku pada Sang Maha Cinta untuk mempersatukanku dengannya.
Sederhana saja, yang kuinginkan hanyalah sakinahnya hati. Yang lain biarlah menjadi bonus dari-Nya. Namun ... harapan dan impian indah itu akhirnya pupus kala cinta kami tak direstui. Allahu Akbar! Apakah gerangan penyebabnya? Isyarat apakah yang Allah berikan sehingga restu itu tak kudapatkan?
Biar sejenak kubiarkan air mata membuatku tak dapat tidur, tak merasakan manisnya teh hijau, tak merasakan lezatnya santapan berbuka, tak tersenyum dengan tulus, lupa jadwal kerja dan tugas kuliah.
 Luka lama pun kemudian kembali membasah. Aku tiba-tiba teringat luka lamaku. Kisah pertamaku berakhir karena ketidaksiapan pihak kekasihku untuk menantiku merampungkan kuliah strata satu. Kisah kedua berakhir karena ketiadaan restu dari orang tua kekasihku yang masih kental dengan klenik hitungan adat. Dan kisahku kali ini berakhir di hadapan ayahku. Laa haula walaa quwwata illaa billaah.
Wallahu a’lam, aku tak ingin berburuk sangka pada siapapun. Aku tak ingin menyalahkan siapapun. Mungkin aku yang belum pantas untuknya. Mungkin aku yang bersalah di balik semua kisah ini. Biarlah Allah melalui waktu yang akan menyembuhkan luka hati. Aku selalu yakin pada Rahman dan Rahim-Nya. Trauma? Tidak. Trauma berarti tidak siap menjalankan titah-Nya. Kecewa? Sejenak. Bagaimanapun, setiap orang tentu ingin impian indahnya menjadi kenyataan. Menangis? Iya. Sekedar untuk membasuh luka. Air mata itu suci dan menyembuhkan, jangan halangi bila ingin mengalir, tak perlu dibendung, karena senyum optimis akan hadir setelah terhentinya air mata.
Untukmu yang pernah singgah di hatiku
Terima kasih, untuk kisah singkat yang baru usai
Mungkin Allah hadirkanmu dalam hidupku bukan sebagai imam, namun sebagai teman sejenak tuk belajar bersama
Aku tidak marah padamu, dan kuharap kau pun tak marah padaku
Aku tidak kecewa padamu, dan kuharap kau pun tak kecewa padaku
Kita tak pernah merencanakan pertemuan, apalagi jatuh cinta
Semua telah direncanakan-Nya
Segala pahit, getir dan luka yang kita rasa
Tak lain adalah bagian dari tarbiyah-Nya
Aku percaya kau sosok yang tangguh
Tak kan berburuk sangka pada-Nya atau pada siapa pun
Aku yakin kau berhati mulia
Tak kan membenci siapapun dengan ketentuan-Nya yang tlah terjadi
Biar ... luka ini yang akan menjadi kekuatan
Dengan Ikhtiar, doa dan tawakkal, melangkahlah
Aku pun kan melangkah menuju yang diridhoi-Nya
Barakallah fik

01 Juli 2016




1 komentar:

  1. Teruntuk Calon Imamku di Bumi Allah..

    Imamku..
    Sudahkah Kau Siap Menjemputku Sebagai satu-satunya bidadarimu ??
    Sudahkah Kau Mempersiapkan Bekal ilmu Agama untuk membimbingku ??
    Sudahkan Kau Mencintai Allah Sepenuh Hati Sebelum mencintaiku ??
    Sudahkah Kau berbakti Kepada orang tuamu sebelum memintaku ??
    Sudahkah Kau memperbaiki dirimu untuk memantaskan diri bersanding denganku ??

    Untukmu Calon Imam Masa Depanku..
    Aku tidak meminta yang lebih sebab sesuatu yang berlebihan datangnya dari syaitan..
    Aku Hanya ingin Kita sama-sama Berjalan di Jalan Sesuai yang Allah tetapkan..
    Aku Ingin engkau membimbingku dan menuntunku hingga Jannah-Nya...
    Bukan..
    Bukan Materi dan Kekayaan yang berlimpah yang Aku Cari..
    Sebab..
    Aku takut mereka akan membutakan kita di dunia..
    Aku ingin engkau dapat menjadikanku satu-satunya wanita yang beruntung memilimu..
    Sebab Ketika Bersamamu aku melihat Ada Surga yang ku Cari..

    Untukmu Calon Imamku..
    Semoga kelak Allah mempersatukan kita dengan cara-Nya yang Indah..
    yang tak pernah kita duga sebelumnya..
    Semoga kelak kita bersandingkan dengan Cara yang begitu membahagiakan..

    Ya Allah Jika Engkau Berkenan..
    Karuniakanlah kami hati yang lembut..
    Tutur Kata yang baik..
    Akhlakul Karimah..
    Jujur, dan Amanah..

    Sebab..
    Aku tak hanya meminta Pendamping yang hanya dapat membahagiakan di dunia tanpa dapat membimbingku ke Jalan-Mu..
    tetapi Aku meminta Pendamping yang dapat Membimbingku Hingga Surga Adalah tempat Terindah kita untuk tetap Bersama.
    Aamiin aamiin ya robbal Alamin.

    BalasHapus