Rabu,
2 Desember 2015, hari itu aku bermaksud mengunjungi perpustakaan kampus untuk
menemukan referensi sebagai bahan penyusunan makalahku. Aku ingin berangkat
lebih awal agar bisa lebih lama di sana dan memperoleh lebih banyak rujukan. Ternyata
kesibukan di pagi hari begitu banyak sehingga aku baru bisa keluar dari rumah
pada pukul 08.13.
Aku
baru selesai mengenakan flat shoes-ku ketika sebuah bus favoritku
berinisial HJ melintas. Bus ber-AC dengan tarif standar dan kru yang cukup
ramah merupakan pilihan pertamaku saat ingin terbang ke kampus, baru kalau
sudah tertinggal aku ikut bus lain. Rasa sesal cukup meliputiku saat itu. Aku belum
menyeberangi jalan raya dan si HJ sudah melintas. Itu artinya aku sudah
terlambat sekian detik. Aku pun berandai-andai, andaikan sekian detik yang lalu
aku sudah di seberang sana.
Ah,
biarlah. Aku pun menyeberang. Tepat saat aku sampai di seberang jalan, sebuah
bus kecil berinisial RJ nampak dari selatan. “Bus kecil?” batinku. Bus itu yang
akhirnya membawaku. Aku sedikit bertanya-tanya sebenarnya. Biasanya kalau aku
sudah tertinggal HJ, aku harus menunggu 10 sekitar 10 menit untuk mendapatkan
bus berikutnya (meskipun bukan HJ juga). Tapi, kenapa baru saja HJ melintas, RJ
sudah datang? Ada jadwal yang salah kah atau memang keberuntunganku saja yang
baru menyeberang langsung bisa duduk.
Seperti
biasa kuawali perjalananku dengan lantunan syahadat, asmaul husna, ayat kursi,
al Baqarah 284-284-286 kemudian shalawat fatih dalam hati sambil menikmati
perjalanan. Tak beberapa lama usai melintasi GOR Lembu Peteng, kulihat si orange
HJ rusak di bagian sudut kanan belakangnya, kaca depannya pun pecah. Para penumpang
terlihat berdiri di sekitar bus dengan ekspresinya masing-masing. Ada yang
terlihat shock, panik, ada yang ekspresinya datar saja. Oh, ternyata
baru saja HJ mengalami kecelakaan. Entah bagaimana kronologisnya yang jelas bus
itu rusak sekarang. Syukurlah tidak ada korban jiwa, namun tentu menyisakan
trauma pada beberapa orang.
Hatiku
bergetar. “Ya Allah, aku selalu Kau buat terkesima dengan skenario indah-Mu,”
bisik hatiku. Tuhanku Yang Maha Kuasa selalu punya banyak cara untuk
menyelamatkanku. Dia tahu aku tidak suka keterlambatan tapi aku dibuat-Nya
terlambat untuk bisa selamat. Alhamdulillah, terima kasih telah membuatku
terlambat hari ini, Ya Rahman.
Di tengah
renunganku Sopir RJ langsung menatapku dan berkata, “Sampean maeng sujune ora
melu kui. Wong kacek’e ndak adoh karo iki. Aku arep ngendeki sampean maeng kui
nyalip aku. Rodok ugal-ugalan pancene.” (yang nggak paham bahasa Jawa bisa
tanya terjemahnya J)
Aku langsung
teringat cerita tentang seorang Kyai, sebut saja Kyai A. Suatu hari beliau
hendak menghadiri undangan ceramah di suatu tempat. Sayang sungguh sayang, di
tengah perjalanan, si sopir yang mengemudikan mobil Kyai A tiba-tiba sakit
perut. Sopir pun mencari SPBU terdekat untuk memenuhi hajatnya. Yang namanya
sakit perut tentu butuh waktu lama di toilet. Tidak terasa, si sopir sudah
menghabiskan waktu lebih dari satu jam. Kyai A mulai risau dan kesal karena
berkali-kali panitia menelepon dan bertanya kenapa belum sampai juga di tempat
ceramah padahal jama’ah sudah banyak yang hadir. Kesabaran Kyai A sudah
mencapai limit karena terlambat 2 jam. Beliau mengungkapkan kekesalannya pada
si sopir yang sebenarnya tidak bersalah karena tidak pernah memesan untuk sakit
perut pada jam kerjanya itu.
Hajat
si sopir telah tuntas dan ia siap mengemudi untuk melanjutkan perjalanan menuju
tempat ceramah. Sekian kilometer perjalanan berlalu, terlihat sebuah sedan ringsek
karena bertabrakan dengan truk container.
Tiga orang penumpang sedan meninggal seketika dan terlihat orang-orang masih berusaha
mengeluarkan mereka dari sedan itu.
Seketika,
Kyai A meneteskan air mata dan memeluk si sopir. Kalau diperhitungkan, sangat
besar kemungkinan sedan Kyai A menjadi korban amukan container yang sopirnya
mengantuk itu andaikan sopir Kyai A tidak berhenti lama di SPBU untuk buang
hajat.
Sungguh,
indah nian skenario-Nya. Hanya saja kita sebagai manusia seringkali tergesa
berburuk sangka, padahal Dia telah menyiapkan segalanya begitu rapi dan indah. Dia
punya banyak cara untuk menyelamatkan hamba-Nya, di antaranya dengan
keterlambatan kita dari jadwal yang kita rencanakan. Namun, ini bukan berarti
kita bisa menyengaja keterlambatan dengan sak karepe dewe, tidak. Selagi
bisa, kita tetap harus berusaha untuk on time, andaikan ternyata
terlambat, itu sudah di luar kuasa kita.
Hadanallah
wa iyyakum, wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar